Saturday, August 8, 2009
Tersinggung
Tersinggung acap menghampiri diri kita, beragam penyebab dan latar belakangnya, beragam pula ekspresi dan pelampiasannya. Namun, ada yang nyaris tidak berbeda, tersinggung dapat membuat suasana hati menjadi keruh, bahkan kadang terluka.
Di sisi lain, tersinggung adalah merupakan kekhasan kita sebagai manusia yang Allah berikan perasaan lembut. Maka, jangan merasa bangga kalau ada orang yang mengaku dirinya tidak pernah tersinggung. Justeru tersinggung merupakan penegasan dari eksistensi kepribadian seseorang. Apalagi ketika radius pergaulannya semakin luas, variatif dan beragam.
Jadi, yang dibutuhkan adalah bukan mematikan sifat ketersinggungan itu, akan tetapi bagaimana kita meminimalisir atau memperkecil tingkat ketersinggungan dalam diri kita, apalagi kalau urusannya hanya bersifat pribadi belaka. Sebab, kalau hal itu kita biarkan tumbuh membesar dan liar dalam diri kita, akan banyak pintu-pintu kebaikan yang akan terhalang.
Bahkan, justeru dalam kondisi tertentu, ketersinggungan dapat dikelola dengan sikap positif untuk meraih hal-hal yang positif, di antaranya:
Tersinggung dapat menjadi kesempatan melatih diri untuk berlapang dada. Ketika ada hujatan, kritik, kata-kata yang memojokkan –terlepas itu benar atau tidak-, di sinilah sebenarnya kita diuji untuk mempraktekkan sikap lapang dada ini. Bukankah Rasulullah saw pernah memberikan jaminan surga kepada seseorang yang ketika menjelang tidur, dia melepaskan segala sangkutan dalam hatinya kepada semua orang.
Tersinggung, jika diarahkan dengan benar, akan melatih seseorang menjadi public relation bagi dirinya sendiri terhadap sikap yang dia ambil. Munculnya sindiran dan prasangka seringkali merupakan buah dari ketidaktahuan terhadap latar belakang sebuah masalah. Nah, berlatihlah agar anda mampu menyampaikan sesuatu dengan jelas, urut, tidak apologi dan emosi sambil tetap mengakui kekurangan kalau memang ada. Setelah itu, rapihkan kembali kondisi hati.
Tersinggung akan membuat seseorang dapat membedakan karakter setiap orang yang pastinya berbeda-beda. Sehingga berikutnya setiap orang disikapi sesuai karakternya masing-masing, tanpa kesan dibuat-buat atau pura-pura. Karena tidak mungkin setiap orang dengan berbagai karakternya disikapi dengan sikap yang sama.
Terakhir, tersinggung akan menyadarkan kita untuk tidak mudah melakukan tindakan dan perkataan yang dapat menyinggung perasaan orang lain. Sebab kita telah merasakan sendiri, bagaimana 'enaknya' tersinggung itu. Berlatihlah untuk peka membaca perasaan orang lain, jangan menunggu 'disemprot' untuk menyadari bahwa ada ada ucapan dan tindakan kita yang dapat menyinggung perasaan seseorang.
Kesimpulannya… minimalisir rasa ketersinggungan, jangan mudah tersinggung dan jangan sukan menyinggung.
"Ya Rabb Kami, beri ampunlah kami dan saudara-saudara kami yang telah beriman lebih dulu dari Kami, dan janganlah Engkau membiarkan kedengkian dalam hati kami terhadap orang-orang yang beriman; Ya Rabb kami, sesungguhnya Engkau Maha Penyantun lagi Maha Penyayang." (QS. Al-Hasyr: 10)
Thursday, August 6, 2009
رَبِّ أَوْزِعْنِي أَنْ أَشْكُرَ نِعْمَتَكَ الَّتِي أَنْعَمْتَ عَلَيَّ وَعَلَى وَالِدَيَّ وَأَنْ أَعْمَلَ صَالِحًا تَرْضَاهُ وَأَصْلِحْ لِي فِي ذُرِّيَّتِي إِنِّي تُبْتُ إِلَيْكَ وَإِنِّي مِنَ الْمُسْلِمِينَ (سورة الأحقاف: 15)
"Ya Tuhanku, tunjukilah aku untuk mensyukuri nikmat Engkau yang telah Engkau berikan kepadaku dan kepada ibu bapakku dan supaya aku dapat berbuat amal yang saleh yang Engkau ridhai; berilah kebaikan kepadaku dengan (memberi kebaikan) kepada anak cucuku. Sesungguhnya aku bertaubat kepada Engkau dan sesungguhnya aku termasuk orang-orang yang berserah diri". (QS. Al-Ahqaf: 15)
Tersinggung
Tersinggung acap menghampiri diri kita, beragam penyebab dan latar belakangnya, beragam pula ekspresi dan pelampiasannya. Namun, ada yang nyaris tidak berbeda, tersinggung dapat membuat suasana hati menjadi keruh, bahkan kadang terluka.
Di sisi lain, tersinggung adalah merupakan kekhasan kita sebagai manusia yang Allah berikan perasaan lembut. Maka, jangan merasa bangga kalau ada orang yang mengaku dirinya tidak pernah tersinggung. Justeru tersinggung merupakan penegasan dari eksistensi kepribadian seseorang. Apalagi ketika radius pergaulannya semakin luas, variatif dan beragam.
Jadi, yang dibutuhkan adalah bukan mematikan sifat ketersinggungan itu, akan tetapi bagaimana kita meminimalisir atau memperkecil tingkat ketersinggungan dalam diri kita, apalagi kalau urusannya hanya bersifat pribadi belaka. Sebab, kalau hal itu kita biarkan tumbuh membesar dan liar dalam diri kita, akan banyak pintu-pintu kebaikan yang akan terhalang.
Bahkan, justeru dalam kondisi tertentu, ketersinggungan dapat dikelola dengan sikap positif untuk meraih hal-hal yang positif, di antaranya:
Tersinggung dapat menjadi kesempatan melatih diri untuk berlapang dada. Ketika ada hujatan, kritik, kata-kata yang memojokkan –terlepas itu benar atau tidak-, di sinilah sebenarnya kita diuji untuk mempraktekkan sikap lapang dada ini. Bukankah Rasulullah saw pernah memberikan jaminan surga kepada seseorang yang ketika menjelang tidur, dia melepaskan segala sangkutan dalam hatinya kepada semua orang.
Tersinggung, jika diarahkan dengan benar, akan melatih seseorang menjadi public relation bagi dirinya sendiri terhadap sikap yang dia ambil. Munculnya sindiran dan prasangka seringkali merupakan buah dari ketidaktahuan terhadap latar belakang sebuah masalah. Nah, berlatihlah agar anda mampu menyampaikan sesuatu dengan jelas, urut, tidak apologi dan emosi sambil tetap mengakui kekurangan kalau memang ada. Setelah itu, rapihkan kembali kondisi hati.
Tersinggung akan membuat seseorang dapat membedakan karakter setiap orang yang pastinya berbeda-beda. Sehingga berikutnya setiap orang disikapi sesuai karakternya masing-masing, tanpa kesan dibuat-buat atau pura-pura. Karena tidak mungkin setiap orang dengan berbagai karakternya disikapi dengan sikap yang sama.
Terakhir, tersinggung akan menyadarkan kita untuk tidak mudah melakukan tindakan dan perkataan yang dapat menyinggung perasaan orang lain. Sebab kita telah merasakan sendiri, bagaimana 'enaknya' tersinggung itu. Berlatihlah untuk peka membaca perasaan orang lain, jangan menunggu 'disemprot' untuk menyadari bahwa ada ada ucapan dan tindakan kita yang dapat menyinggung perasaan seseorang.
Kesimpulannya… minimalisir rasa ketersinggungan, jangan mudah tersinggung dan jangan sukan menyinggung.
"Ya Rabb Kami, beri ampunlah kami dan saudara-saudara kami yang telah beriman lebih dulu dari Kami, dan janganlah Engkau membiarkan kedengkian dalam hati kami terhadap orang-orang yang beriman; Ya Rabb kami, sesungguhnya Engkau Maha Penyantun lagi Maha Penyayang." (QS. Al-Hasyr: 10)
Wednesday, March 25, 2009
Manusia Berhati Burung
"Akan masuk surga, orang-orang yang hatinya seperti hati
burung." (HR. Muslim)
Menyongsong Masa Depan Da'wah di Saudi Arabia
Sulit bagi kita untuk menghitung, seberapa besar kenikmatan yang kita rasakan dan dapatkan dari da’wah yang terus kita geluti. Untuk menilai nikmatnya pertemuan ini saja, sulit untuk kita ungkapkan dengan rangkain kata-kata. Bahkan, tantangan dan rintangan yang kita hadapi justru semakin membuat kenikmatan tersebut semakin terasa.
Jika kita memperhatikan medan da’wah di Saudi Arabia sebagai medan da’wah kita sekarang ini, akan kita dapatkan beberapa keunggulan yang menjadi sumber-sumber kekuatan da’wah yang boleh jadi tidak mudah untuk didapatkan di wilayah lain.
Jujur saja, pada titik ini, umat Islam -baik dalam skala makro ataupun mikro- sering mengalami kegagalan. Di samping itu, hal ini memang bukan proyek main-main, karena kita bukan hanya melibatkan materi atau bahkan sekedar fisik, tetapi kita juga melibatkan seluruh dimensi kemanusiaan seseorang lengkap dengan tempramen dan karakternya masing-masing.
Meskipun singkat, tentu banyak makna yang dapat kita gali dari pertemuan ini. Namun setidaknya, setelah menanamkan keikhlasan kita kepada Allah Ta’ala, hendaknya pertemuan kita kali ini memotivasi kita untuk terus menyegarkan spirit da’wah kita dan ayunan langkah kita agar semakin mantap dan serasi.
- Ruh al-Mubadarah, semangat proaktif, dalam semua level struktur yang ada. Kalau kita sekarang sering mendengungkan prinsip musyarokah ke tengah khalayak umum, maka mestinya di lingkungan internal, hal tersebut lebih intensif lagi.
- Ruh al-‘Ibda’, spirit berkreasi. Hal ini juga tak kalah pentingnya. Prinsip Da’wah sering diidentikkan dengan prinsip pemasaran. ‘Pasar’ akan merespon positif, jika sesuatu yang ditawarkan bersifat variatif. Betapa banyak da’wah memberikan hasil yang gemilang karena bersumber dari ide-ide cemerlang.
- Ruh al-Tadhiyah, spirit berkorban. Sejak awal kita sepakat, bahwa da’wah ini tidak akan mungkin berjalan tanpa adanya tadhiyah dari para pendukungnya, sebagaimana sejarah telah membuktikannya.
- Ruh al-‘Amal Jama’i, spirit bekerja sama. Boleh dikata ini adalah spirit yang paling khas yang harus kita miliki dalam hidup berjamaah.
Monday, March 23, 2009
Geliat Da'wah TKI di Saudi Arabia
Bisa jadi hal tersebut disebabkan keberadaan Saudi Arabia yang dikenal sebagai negara Islam, sehingga urusan da’wah dianggap perkara biasa dan wajar, sementara yang tidak wajar justru adanya berbagai kisah nestapa oleh perlakuan penduduk setempat. Padahal masalahnya tidak sesederhana itu, justru tantangan da’wah di kalangan TKI di negara ini memiliki kekhasan tersendiri di banding tempat lainnya. Hal itu dapat bersumber dari TKI sendiri, lingkungan pekerjaan, atau kondisi sosial yang ada.
Namun demikian, terlepas dari semua tantangan yang ada, agenda da’wah tetap berjalan dan terus bergulir bahkan meningkat dari waktu ke waktu. Keberadaan kantor-kantor da’wah yang salah satu bidangnya mengurus da’wah bagi pendatang sangar besar perannya dalam menghidupkan da’wah dikalangan TKI. Kita biasa menyebutnya dengan istilah Maktab Jaliat (Kantor bagi pendatang) atau Islamic Center. Di Kantor seperti ini biasanya didatangkan da’i dari negara-negara yang banyak mengirim tenaga kerjanya ke Saudi, seperti Indonesia, Philipina, Srilangka, Pakistan dll, tentu saja tujuannya agar dapat menyampaikan da’wah sesuai dengan bahasa kaumnya.
Selain da’i di kantor-kantor da’wah, para mahasiswa yang sedang studi ilmu-ilmu syar’i besar pula peranannya dalam hal ini, bahkan di kota Dammam ada beberapa mahasiswa Indonesia yang studi ilmu-ilmu eksak (rata-rata mengambil program S2), juga aktif menghidupkan kegiatan da’wah di sana.
Jumlah kantor da’wah di ibu kota Riyadh terbilang paling banyak, ada tujuh belas kantor yang tersebar di berbagai pelosok kota. Hal ini tentu saja berdampak pada tingginya kegiatan da’wah bagi pendatang di kota ini, termasuk di kalangan TKI, meskipun hanya enam kantor da’wah yang ada da’i dari Indonesia. Tidak kurang ada dua puluh sentra pengajian untuk orang Indonesia dengan waktu dan jumlah hadirin yang beragam, baik yang diadakan di kantor da’wah itu sendiri, di mesjid-mesjid atau perusahaan-perusahaan hingga dari rumah ke rumah. Kegiatan pengajianpun sudah semakin beragam, dari mulai seminar, rihlah, penggalangan dana dan hingga olahraga dan bantuan terhadap tenaga kerja. Untuk memudahkan koordinasi di antara pengajian, telah dibentuk Formatra (Forum Majlis Ta’lim Riyadh) yang mengatur dan mengelola jalannya pengajian yang ada di kota Riyadh.
Selain Riyadh, provinsi bagian timur (Damam, Khobar, Ahsa, Jubail dll) adalah wilayah yang cukup marak kegiatan da’wahnya, termasuk dengan adanya sejumlah kantor Da’wah. Berikutnya wilayah Qasim yang juga hidup kegiatan da’wahnya.
Isu teroris yang akhir-akhir ini banyak dibicarakan di negara ini, al-hamdulillah tidak sampai mengganggu kegiatan da’wah bagi kalangan TKI. Terlebih lagi bangsa Indonesia relatif masih dikenal sebagai bangsa yang santun dan selalu menjaga hubungan baik, plus da’wah yang kita lakukan selalu memegang prinsip wasathiah (pertengahan), tidak melebar kepada hal-hal yang bersifat kontraproduktif dengan aktifitas da’wah itu sendiri.
Pernah terjadi di kota Riyadh, tahun lalu kita mengadakan acara tarhib Ramadhan di Masjid Rajihi (Pusat da’wah di kota ini) dengan mengundang seluruh jamaah majlis ta’lim di kota Riyadh. Acara dilaksanakan pada Jum’at pagi dan biasanya dihadiri sekitar 400 orang. Namun di pagi hari, ketika panitia akan menuju lokasi seminar untuk mempersiapkan acara, di setiap mulut jalan menuju lokasi telah di jaga ketat polisi, kendaraan tidak boleh masuk sama sekali tanpa kecuali. Rupanya ada isu demontrasi di kalangan orang-orang Saudi setelah shalat Jum’at di mesjid tersebut. Setelah berembuk, panitia memutuskan untuk tetap melakukan acara seperti rencana semula, dan menuju ke tempat lokasi berjalan kaki dengan wajar. Sekeliling mesjid yang biasanya ramai oleh mobil parkir dan tukang dagang kini benar-benar lengang. Alhamdulillah acara berjalan lancar dan jamaah tetap berdatangan seperti biasa meskipun pada awalnya banyak yang kebingungan. Pihak keamanan sempat meminta berkas-berkas yang kita bawa, kita berikan apa adannya dan alhamdulillah tidak terjadi apa-apa, karena kegiatan kita semata-mata da’wah karena Allah Ta’ala. Seorang kawan ada yang berseloroh: “Kali ini acara kita benar-benar mendapat pengamanan istimewa”.
BAGAIMANA MEMULAI DA’WAH ?
Kita tentu masih ingat kisah Abu Dzar Al Ghifari ketika masih baru memeluk Islam, seketika itu juga berdiri di depan Ka’bah dan menyerukan Islam kepada orang-orang kafir Quraisy yang berujung pada mendaratnya pukulan bertubi-tubi di tubuhnya dari orang-orang kafir tersebut hingga dirinya pingsan, begitu seterusnya terjadi beberapa kali, hingga akhirnya Rasulullah J menasehatinya agar dia pulang saja ke kabilahnya dan berda’wah disana. Dan benar, setelah sekian lama dia berda’wah seluruh kabilahnya masuk Islam.
Saya teringat dengan seorang akh yang ingin pulang kampung kemudian meminta saya untuk mencatatkan semacam teks ceramah tentang beberapa hal yang ingin dia sampaikan kepada sanak saudaranya, mengingat masih banyak –katanya- saudaranya yang ‘ngga bener dalam masalah agama. Segera terbayang dalam benak saya, akh kita ini segera berbicara di depan keluarganya apa yang dia dapatkan dari para ustaznya, “harus ini tidak boleh itu”, “tidak boleh ini harus itu”, segera timbul kekhawatiran dalam diri saya akan reaksi balik yang akan dia terima dari sanak saudaranya, apalagi secara pribadi akh kita ini memang sebelumnya tidak dikenal sebagai seorang ‘ustaz (baca: da’i) dikalangan keluarganya. Meskipun saya segera istighfar karena telah mendahului ketentuan Allah swt, sebab bisa jadi apa yang dilakukan akh tadi justru menghasilkan dampak positif di tengah keluarganya.
Kejadian-kejadian dalam kerja da’wah yang terjadi di luar kalkulasi, perkasus sangat mungkin sekali. Namun hal tersebut seharusnya tidak menghindari kita untuk mengantisipasi berbagi kemungkinan yang bakal terjadi dengan langkah-langkah taktis dan proporsional. Oleh karena itu, bagi seorang da’i penting juga memahami beberapa hal :
- Kuatkan hati dan kejiwaan anda dengan taqarrub kepada Allah. Berda’wah bukan kerja sembarangan yang dapat dilakukan begitu saja walau hatinya kosong. Tetapi dia adalah sesuatu yang harus disampaikan dengan penampilan prima lahir batin. Jangan lupa juga berdoa, kekuatan doa bisa lebih “dahsyat” dari seribu strategi.
- Sedapat mungkin perkokoh keberadaan dirinya dihadapan komunitasnya (itsbaat adz-dzaat). Hal tersebut tidak harus dilakukan lewat materi, misalnya dengan selalu memberi ini dan itu, meskipun jika ada kemampuan cukup efektif juga. Tapi dapat juga dilakukan dengan menampilkan citra diri yang positif di hadapan komunitasnya, misalnya dengan selalu menjalin komunikasi lewat ziarah atau sekedar bertanya apa khabar, menampilkan raport sosial yang bersih (tidak suka ingkar janji, dusta atau nilep uang saudara), memberikan pelayanan dan yang semacamnya. Citra yang positif tersebut akan sangat membantu anda untuk dengan mudah diterima oleh lingkungan anda dengan nilai-nilai dakwa nantinya.
- Sedapat mungkin membekali diri dengan dasar-dasar keislaman yang baik dan memadai terutama dengan perkara-perkara mendasar tentang ke-Islaman. Jangan berbicara tentang hal-hal yang belum dikuasainya apalagi sampai memberikan kesimpulan hukum, selain secara syar’i dikecam, hal tersebut juga dapat menjadi pukulan telak bagi mereka yang ‘dengki jika didapati ada kesimpulan anda yang kurang tepat berdasarkan rujukan syar’i yang ada. Jangan ragu untuk berkata: “Saya tidak tahu”, pada hal-hal yang memang dia tidak tahu, itu lebih baik daripada dia mencari jawaban sekenanya. Hal ini pada gilirannya menuntut seseorang untuk selalu mengkaji Ilmu-ilmu Islam dan mencari saluran-saluran pertanyaan dari berbagai problem berdasarkan kacamata keagamaan.
- Jika ada yang perlu anda sampaikan, mulailah pembicaraan dari prinsip-prinsip yang umum yang disepakati, misalnya keharusan beriman kepada Allah dan Rasul-Nya yang menuntut adanya sikap keta’atan kepada keduanya. Masalah aqidah dan keimanan jelas harus menjadi bahasan utama, namun yang penting cara penyampaiannya yang baik. Perbanyak kisah-kisah tentang bentuk-bentuk ketaatan dari para shahabat dan kehidupan salafussalih. Hindari kisah-kisah yang aneh dan diluar akal, walau tujuannya untuk kebaikan, karena hal tersebut akan membiasakan orang untuk tidak tertarik perkara-perkara yang logis dan argumentatif kecuali jika cerita tersebut memiliki landasan dalil yang kuat.
- Pada tingkat permulaan, hindari bahasa-bahsa yang dapat mengundang antipati ketika pertama kali mendengarnya. Gunakan redaksi lain yang sebenarnya punya makna yang sama namun terasa “halus” di telinga. Untuk kata-kata bid’ah anda dapat menggunakan redaksi “Sesuatu yang bertentangan dengan tuntunan Rasul”, untuk kata-kata syirik anda dapat mengatakan “menduakan Allah” atau “perbuatan yang sangat tidak disukai Allah “, untuk kalimat negara Islam, anda dapat mengatakan “masyarakat Islam”, begitulah seterusnya. Untuk kemudian jika dirasa semuanya sudah siap mendengarnya gunakan istilah-istilah yang telah baku.
- Jangan berusaha seorang diri. Libatkan teman-teman yang memiliki fikroh yang sama, jika tidak didapatkan dilingkungan anda maka berusahalah mendapatkan orang-orang yang senang terhadap kebaikan, buat jalinan khusus dengan dia hingga dapat bekerja bersama kita.
- Semua lapisan masyarakat adalah objek da’wah, jangan minder jika da’wah anda cuma “disenengin” anak-anak (misalnya lewat TPA atau sekedar mendekati mereka), suatu saat mereka akan sangat berpotensi jika terus kita pantau perkembangannya. Bukankah dalam banyak riwayat Rasulullah juga menjadikan anak-anak sebagai objek da’wahnya ?.
- Jangan ada kesan anda mengenyampingkan tokoh-tokoh masyarakat yang sudah dikenal. Ziarahi mereka dan bangunlah silaturrahmi yang baik terhadap mereka serta sikapilah sebagaimana kedudukannya di tengah masyarakat namun tetap menjaga prinsip-prinsip yang telah diyakini, kecuali pada hal-hal yang masih mungkin bisa ditolerir. Lihatlah bagaimana sikap Rasul terhadap Abu Sufyan, tokoh masyarakat Quraisy yang baru masuk Islam dalam peristiwa Fath Mekkah.